Merdeka Tanpa Aman, Paradoks Perempuan di Usia 80 Tahun Indonesia Merdeka

Admin
0



Jawa Tengah - Indonesia akan memasuki usia ke-80 tahun pada 17 Agustus 2025. Namun, di tengah pencapaian pembangunan yang gemilang, masih ada satu perjuangan yang belum tuntas yakni perjuangan perempuan Indonesia melawan kekerasan dan diskriminasi. Data terbaru menunjukkan bahwa kekerasan terhadap perempuan justru mengalami peningkatan yang mengkhawatirkan, menandakan bahwa perjalanan menuju kesetaraan gender masih panjang.

 

Realitas Kelam, Data Kekerasan yang Meningkat

Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mencatat angka yang mengejutkan dalam Catatan Tahunan mereka. Pada tahun 2024, terdapat 330.097 kasus kekerasan berbasis gender terhadap perempuan, meningkat 14,17% dari tahun sebelumnya yang mencapai 289.111 kasus. Data kekerasan berbasis gender terhadap perempuan untuk putusan sejumlah 291.213 kasus lebih banyak dibandingkan dengan data pelaporan 38.788 kasus dan penuntutan 96 kasus. Data putusan pengadilan paling banyak, karena semua data dari BADILAG berupa putusan. Terdapat data yang tidak dapat diidentifikasi ranahnya yang mencapai 8.368 kasus yang berasal dari Kemen-PPPA. Angka ini menunjukkan tren peningkatan yang konsisten dan mengkhawatirkan.

Lebih mengkhawatirkan lagi, dari total kasus tersebut, 309.516 kasus terjadi di ranah personal atau domestik, yang berarti mayoritas kekerasan terjadi di dalam rumah tangga, tempat yang seharusnya menjadi ruang aman bagi perempuan. Data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) juga mencatat 14.941 kasus KDRT pada Desember 2024, menjadikannya sebagai bagian terbesar dari kekerasan berbasis gender.

Hingga April 2025, KemenPPPA sudah mencatat 5.949 kasus kekerasan terhadap perempuan, dengan 15 di antaranya masuk dalam kategori kekerasan seksual. Namun, para ahli meyakini bahwa angka ini bisa jauh lebih besar karena banyak kasus yang tidak dilaporkan akibat stigma sosial dan ketakutan korban.

 

Langkah Maju yang Masih Butuh Penguatan

Indonesia sebenarnya telah memiliki beberapa instrumen hukum untuk melindungi perempuan. UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) telah menjadi tonggak penting dalam perlindungan hukum terhadap korban KDRT. Namun, implementasinya masih menemui berbagai kendala, mulai dari stigma sosial hingga kurangnya pemahaman aparat penegak hukum. Perkembangan terbaru adalah disahkannya UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) yang memberikan perlindungan komprehensif bagi korban kekerasan seksual. UU ini memberikan berbagai hak kepada korban, termasuk kerahasiaan identitas, perlindungan dari tindakan merendahkan, dan perlindungan atas kehilangan pekerjaan, mutasi, pendidikan, hingga akses politik.

Meskipun demikian, hampir dua tahun setelah disahkan, implementasi UU TPKS masih menghadapi tantangan dalam hal peraturan turunan dan sosialisasi kepada masyarakat. Kementerian PPPA terus berkomitmen untuk menyelesaikan peraturan turunan UU TPKS agar dapat diimplementasikan secara optimal.

Budaya Patriarki yang Mengakar

Tingginya angka kekerasan terhadap perempuan tidak bisa dilepaskan dari budaya patriarki yang masih mengakar kuat dalam masyarakat Indonesia. Kekerasan dalam rumah tangga sering kali dianggap sebagai "urusan internal keluarga" yang tidak perlu campur tangan pihak luar. Stigma sosial terhadap korban kekerasan juga membuat banyak perempuan memilih diam dan tidak melaporkan kasus yang mereka alami.

Dalam konteks kekerasan seksual, victim blaming masih menjadi fenomena yang umum terjadi. Korban sering kali dipersalahkan atas kejadian yang menimpa mereka, mulai dari cara berpakaian hingga perilaku yang dianggap "memancing" terjadinya kekerasan. Hal ini membuat korban enggan melaporkan kasus dan memilih menanggung penderitaan sendirian.

Tantangan dan Penegakan

Meskipun instrumen hukum telah tersedia, jalur hukum masih menjadi labirin yang sulit bagi korban kekerasan. Proses hukum yang panjang, biaya yang mahal, dan trauma berlapis yang harus dihadapi korban menjadi hambatan utama dalam mencari keadilan. Belum lagi, tidak semua aparat penegak hukum memiliki perspektif gender yang memadai dalam menangani kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan.

Kurangnya rumah aman, pusat pelayanan terpadu, dan tenaga konselor yang terlatih juga menjadi kendala dalam memberikan perlindungan dan pemulihan kepada korban. Banyak daerah yang belum memiliki Unit Pelayanan Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) yang memadai, padahal keberadaan unit ini sangat penting dalam penanganan kasus kekerasan.

Perjuangan yang Belum Selesai

Ketika Indonesia merayakan usia ke-80, kita harus mengakui bahwa perjuangan perempuan Indonesia masih jauh dari kata selesai. Angka kekerasan yang terus meningkat menjadi pengingat bahwa kemerdekaan belum sepenuhnya dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia, khususnya perempuan.

Perempuan Indonesia telah berjuang sejak masa perjuangan kemerdekaan, dari Kartini yang memperjuangkan pendidikan perempuan, hingga para pejuang perempuan yang berperang melawan penjajah. Namun, perjuangan mereka untuk hidup bebas dari kekerasan dan diskriminasi masih harus dilanjutkan oleh generasi sekarang.

Komitmen Bersama untuk Perubahan

Menuju Indonesia yang lebih adil gender, diperlukan komitmen bersama dari semua pihak. Pemerintah harus mempercepat implementasi berbagai instrumen hukum yang telah ada, memperkuat sistem perlindungan korban, dan meningkatkan kapasitas aparat penegak hukum dalam menangani kasus kekerasan terhadap perempuan.

Masyarakat sipil juga memiliki peran penting dalam mengubah mindset dan budaya yang masih bias gender. Pendidikan tentang kesetaraan gender harus dimulai sejak dini, baik di keluarga maupun di sekolah. Media massa juga perlu berperan aktif dalam mengubah narasi tentang perempuan dan menghindari stereotip yang merugikan.

Yang tidak kalah penting adalah penguatan ekonomi perempuan. Kemandirian ekonomi menjadi kunci penting bagi perempuan untuk dapat keluar dari siklus kekerasan. Program-program pemberdayaan ekonomi perempuan harus terus diperkuat dan diperluas jangkauannya.

Harapan untuk Indonesia ke-80

Di usia Indonesia yang ke-80, kita berharap bahwa setiap perempuan Indonesia dapat hidup bebas dari kekerasan, memiliki akses yang sama terhadap pendidikan dan pekerjaan, serta dapat berpartisipasi penuh dalam pembangunan bangsa. Statistik kekerasan yang tinggi hari ini harusnya menjadi titik balik, bukan sekedar angka yang kita catat setiap tahun.

Perjuangan perempuan Indonesia adalah perjuangan seluruh bangsa Indonesia. Ketika perempuan bebas dari kekerasan dan diskriminasi, maka Indonesia akan menjadi negara yang benar-benar merdeka dan berkeadilan. Semoga di usia yang ke-80 ini, Indonesia dapat menjadi rumah yang aman bagi seluruh rakyatnya, tanpa terkecuali perempuan Indonesia.

 

Sumber Referensi:

  1. Komnas Perempuan. (2025). Catahu 2024: Menata Data, Menajamkan Arah: Refleksi Pendokumentasian Dan Tren Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan. https://komnasperempuan.go.id/catatan-tahunan
  2. CNN Indonesia. (2025, 7 Maret). "Komnas Perempuan: Kekerasan Perempuan Meningkat 10 Persen di 2024". https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20250307211755-284-1206391/komnas-perempuan-kekerasan-perempuan-meningkat-10-persen-di-2024
  3. GoodStats Data. (2024, 4 Desember). "Potret Kekerasan Berbasis Gender terhadap Perempuan di Indonesia: Naiknya Angka KDRT 2024". https://data.goodstats.id/statistic/potret-kekerasan-berbasis-gender-terhadap-perempuan-di-indonesia-naiknya-angka-kdrt-2024-T01Rp
  4. Metro TV News. (2025, 21 April). "Kemen PPPA Catat 5.949 Kasus Kekerasan Perempuan Hingga April 2025". https://www.metrotvnews.com/play/NQACY296-kemen-pppa-catat-5-949-kasus-kekerasan-perempuan-hingga-april-2025
  5. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. "Percepatan Pembentukan Peraturan Turunan UU TPKS". https://www.kemenpppa.go.id/index.php/page/read/29/4587/percepatan-pembentukan-peraturan-turunan-uu-tpks-kemenpppa-komitmen-rampungkan-tahun-ini
  6. DPR RI. "UU TPKS Jangkau Penanganan Kasus Kekerasan Seksual Secara Menyeluruh". https://www.dpr.go.id/berita/detail/id/45442/t/UU%20TPKS%20Jangkau%20Penanganan%20Kasus%20Kekerasan%20Seksual%20Secara%20Menyeluruh
  7. Kompas.com. (2024, 13 Agustus). "Komnas Perempuan: 34.682 Perempuan Jadi Korban Kekerasan Sepanjang 2024". https://nasional.kompas.com/read/2024/08/13/05445101/komnas-perempuan-34682-perempuan-jadi-korban-kekerasan-sepanjang-2024

Ditulis Oleh : Riyanti - Sekretaris Umum Kohati Badko Jawa Tengah-D.I.Yogyakarta
Tags

Posting Komentar

0Komentar
Posting Komentar (0)
To Top