International Women's Day yang diperingati setiap tanggal 8 Maret
merupakan momen penting untuk merefleksikan perjalanan panjang perjuangan
perempuan dalam mencapai kesetaraan gender. Artikel ini menganalisis berbagai
aspek yang berkaitan dengan isu kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan
dalam konteks global menjelang peringatan International Women's Day.
Sejarah dan Signifikansi International Women's Day
International Women's Day bermula pada awal abad ke-20 sebagai gerakan
buruh perempuan yang menuntut hak-hak yang lebih baik. Pada 1908, ribuan
perempuan berdemonstrasi di New York menuntut jam kerja yang lebih pendek, upah
yang lebih baik, dan hak pilih. Pada 1910, Konferensi Internasional Perempuan
Pekerja di Copenhagen menetapkan adanya Hari Perempuan Internasional.
Perserikatan Bangsa-Bangsa mulai merayakan International Women's Day
pada 1975, yang kemudian ditetapkan secara resmi oleh Majelis Umum PBB pada
1977. Sejak saat itu, tanggal 8 Maret menjadi momentum penting untuk
mengevaluasi kemajuan kesetaraan gender, memobilisasi aksi untuk perubahan, dan
mengakui pencapaian perempuan di berbagai bidang.
Isu Kesetaraan Gender dalam Konteks Global
Meskipun telah banyak kemajuan yang dicapai dalam kesetaraan gender,
berbagai tantangan masih dihadapi perempuan di seluruh dunia. Kesenjangan upah
gender tetap menjadi masalah serius dimana perempuan secara global masih
mendapatkan upah lebih rendah dibandingkan laki-laki untuk pekerjaan yang sama
nilai dan kontribusinya. Data terbaru menunjukkan kesenjangan upah gender
global masih sekitar 20%, meskipun angka ini bervariasi antar negara dan sektor
industri. Faktor-faktor seperti segregasi pekerjaan, diskriminasi pada proses
rekrutmen dan promosi, serta beban tanggung jawab pengasuhan yang tidak
proporsional seringkali melanggengkan kesenjangan ini.
Representasi perempuan dalam kepemimpinan dan pengambilan keputusan
masih sangat rendah di banyak negara. Hanya sekitar 25% kursi parlemen di
seluruh dunia yang ditempati perempuan, sementara di dunia bisnis persentase
perempuan yang menduduki jabatan direksi dan eksekutif puncak bahkan lebih
rendah. Kurangnya representasi ini tidak hanya mencerminkan ketidakadilan
struktural tetapi juga menghambat perspektif yang beragam dalam proses
pengambilan keputusan yang penting bagi kemajuan masyarakat.
Kekerasan berbasis gender tetap menjadi epidemi global yang
mengkhawatirkan. Satu dari tiga perempuan di seluruh dunia pernah mengalami
kekerasan fisik atau seksual dalam hidupnya, menjadikan ini sebagai pelanggaran
hak asasi manusia yang paling meluas. Pandemi COVID-19 telah memperburuk
situasi ini dengan meningkatnya laporan kekerasan dalam rumah tangga selama
periode lockdown. Layanan perlindungan dan dukungan bagi korban kekerasan masih
tidak memadai di banyak negara, sementara norma sosial dan budaya yang
membenarkan kekerasan terhadap perempuan terus bertahan.
Akses terhadap pendidikan berkualitas masih menjadi tantangan bagi
banyak anak perempuan dan perempuan muda. Meskipun kesenjangan gender dalam
pendidikan dasar telah menyempit di banyak wilayah, 130 juta anak perempuan di
seluruh dunia masih tidak bersekolah, dengan angka yang lebih tinggi di
negara-negara berkembang dan wilayah konflik. Faktor-faktor seperti kemiskinan,
pernikahan dini, kehamilan remaja, norma budaya yang diskriminatif, dan
fasilitas sanitasi yang tidak memadai di sekolah seringkali menghalangi anak
perempuan untuk melanjutkan pendidikan mereka.
Kesehatan reproduksi dan hak-hak seksual perempuan masih dibatasi di
banyak negara. Akses terbatas pada layanan kesehatan reproduksi, termasuk
kontrasepsi dan aborsi yang aman, berkontribusi pada tingginya angka kematian
ibu di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah. Selain itu,
praktik-praktik berbahaya seperti mutilasi genital perempuan dan pernikahan
paksa masih berlangsung di beberapa komunitas, melanggengkan subordinasi
perempuan dan anak perempuan.
Menjelang International Women's Day, penting untuk mengakui kemajuan
yang telah dicapai dalam kesetaraan gender sekaligus memahami bahwa perjalanan
menuju kesetaraan yang sesungguhnya masih panjang. Diperlukan komitmen dan
tindakan kolektif dari semua pemangku kepentingan pemerintah, sektor swasta,
masyarakat sipil, dan individu untuk mengatasi hambatan struktural dan budaya
yang menghalangi perempuan mencapai potensi penuh mereka.
International Women's Day bukan hanya sekadar peringatan tahunan, tetapi
merupakan panggilan untuk bertindak dalam memajukan hak-hak perempuan dan
kesetaraan gender sepanjang tahun. Dengan membangun dunia yang lebih setara
gender, kita tidak hanya memberdayakan perempuan tetapi juga menciptakan
masyarakat yang lebih adil, damai, dan sejahtera bagi semua.